Likaliku Mala

Likaliku Mala

Lika- Liku Mala

Selasa, 17 Mei 2011

Cerpen

 Beberapa waktu yang lalu, aku dapet tugas buat bikin cerpen pas di pelajaran Bahasa Indonesia. Garis besar ceritaya udah ditentuin , tinggal kitanya aja gimana cara mengemas cerpen tersebut supaya jadi menarik. Sebenernya ini cerpen pertama yang aku buat, jadi rasanya rada abal-abal gitu-___- yaaah tapi walau bagaimanapun juga aku merasa puas (banget) sama cerpen aku sendiri meski aku merasa ada beberapa bagian yang rada maksa dan perlu diperbaiki ( Tapi entah mengapa bagian tersebut tak dapat kuperbaiki dengan lebih baik lagi -__-)

Awalnya aku mau buat judulnya jadi "Blueberry Musim Dingin" karena kedengerannya keren (menurutku-_-). Tapi, hal tersebut kuurungkan karena judul dan isi cerita sedikit tidak sinkron . Tapi, aku tetep kekeuh mempertahankan kata "Blueberry" sebagai judul karena Blueberry adalah buah kesukaanku (-_-). Jadilah, aku meminta saran mamaku untuk mendapatkan inspirasi. Tapi mamaku--yang orang lama *plak* -- malah ngotot kalo judul yang paling pas adalah "Memory of Blueberry" atau "Kenangan Blueberry" atau judul-judul sejenis yang berkonsep kenangan yang berkaitan dengan buah kesukaanku itu. Bukannya aku gak suka sih, tapi aku merasa judul-judul itu sudah rada pasaran,sekarang. *plak!*

Oh ya, buat alur cerita. Karena aku pengen (pengennya) bikin cerpen yang berbeda dari orang lain dan sedikit tidak umum, aku menggunakan alur mundur dan sudut pandang orang pertama (?). Gak terlalu susah,sih karena aku emang biasa bikin cerita-cerita gombal dengan alur dan sudut pandang seperti itu(?). Aku berusaha buat cerpen semenarik mungkin dan menggunakan bahasa seimajinatif yang aku bisa, tapi yaaah apa mau dikata, wawasan dan kapasitas otak kurang memadai untuk memenuhi hasrat tersebut dan malah berakhir menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana dan cerita jadi sulit dimengerti karena endingnya gantung-__________-. Tragis.

Sebenernya tokoh-tokoh utama dalam cerpen ini sudah ditentukan, tapi aku merasa nama-namanya kurang keren*plak!*, jadi aku memutuskan untuk mengganti nama-nama tokoh tersebut di postingan ini ;)

Oh,ya cerita ini sedikit agak dewasa (menurutku-__-). Menggelikan sekali kalo ngomongin tentang pernikahan-pernikahan, hubungan rumah tangga dan blahblah. Yaaah.. Tapi seperti apa yang telah aku katakan sebelumnya, kalo cerita ini garis besarnya sudah ditentukan-____- haaaaah.

Okedeh. Tanpa banyak bacot lagi, ini diaaa.. Taraaaaa !!!!!! Cerpen abal-abalku yang akhirnya "hanya" aku berikan judul Blueberry !!!!


BLUEBERRY

Salju mulai turun perlahan menyelimuti kota Frankfurt, Jerman . Aku sedang duduk di sebuah bangku taman di tengah kota dengan sebuah earphone menggantung di leherku. Udara semakin dingin, tapi aku belum berniat sama sekali untuk beranjak dari sini. Kurang dalam sebulan, aku akan menikah dengan seorang sahabatku yang bernama Nichkhun. Ia adalah seorang pria berkebangsaan Korea yang selama 2 tahun menemaniku menjalani hari-hari yang berat di sini. Ia pria yang baik dan tampan. Ia selalu mendengar cerita dan keluh kesahku tanpa pernah mengeluh. Ia menasihatiku bila aku melakukan kesalahan dan ia membimbingku agar aku terbiasa hidup di kota yang asing ini. Tak pernah sedetikpun aku menemukan keburukannya. Ia begitu sempurna. Terlalu sempurna untuk kumiliki. Tapi, aku hanyalah seorang manusia egois yang hanya menginginkan yang terbaik. Aku tak peduli seburuk apa rupaku, seburuk apa hatiku, aku akan tetap melanjutkan pernikahan ini apapun yang terjadi.

Kutatap cincin berwarna putih dengan batu emerald berwarna ungu yang melekat indah di jari manisku ini. Kubalikkan tanganku dan dapat kulihat ukiran “N <3 M” di tengahnya. Cincin yang indah dan sungguh berharga. Aku beruntung bisa mengenalnya. Sesaat ketika aku hendak mengambil handphone, suara seseorang membuyarkan pikiran-pikiran yang sedari tadi berkelebat di kepalaku.

“Hai, Dr. Riko. Masih tertarik dengan Blueberry?”

Spontan, aku langsung membulatkan mataku sempurna. Bagaimana bisa pria ini sampai di sini setelah apa yang telah terjadi bertahun-tahun lalu?. Salju turun semakin lebat dan kemudian memori-memori itu kembali masuk ke dalam ingatanku bagaikan baru terjadi kemarin.

- 2 Tahun Lalu

Seorang pria berperawakan tinggi besar dan berwajah tampan memasuki ruangan praktekku. Ia adalah pasien dari sahabatku yang saat ini sedang berada di luar kota guna memperdalam spesialis kedokterannya. Lelaki itu tersenyum ramah dan tak kuduga sama sekali bahwa ternyata ia menderita penyakit yang cukup serius. Kulihat dari namanya di arsip pasienku, namanya adalah Gerarditya, berumur 35 tahun. Aku sedikit kagum dan merasa sedikit simpati mengenai keadaannya. Jadi, aku putuskan untuk menolong pasien ini dengan segenap kemampuanku.

“Selamat pagi, Dokter”

“Selamat pagi. Apa keluhan anda?”

“Ya, seperti yang anda telah baca di arsip saya, saya menderita penyakit yang belum diketahui namanya.” Balasnya santai sambil diselingi senyuman ramah. Tak terlintas sedikitpun tanda-tanda kegetiran di wajahnya. Membuatku semakin kagum padanya.

“Baiklah. Pertama-tama, anda harus memberitahukan keluhan-keluhan anda, dimana saja anda merasakan nyeri………………….”

Semenjak saat itu, pria bernama Gerard ini selalu mengunjungi tempat praktekku guna berkonsultasi. Dan seiring berjalannya waktu, hubungan kami menjadi lebih dekat dibandingkan dengan hubungan antara dokter dan pasien, biasanya. Aku menyadari hal ini, tapi apa mau dikata, aku sudah merasa nyaman berada di dekatnya.

Tiga bulan telah berlalu dengan sangat cepat. Telah banyak hal yang telah aku dan Gerard lalui. Aku merasa aman ketika bersamanya. Kami telah mengenal satu sama lain dengan lebih baik. Aku bisa melakukan apapun yang aku suka, aku bisa menceritakan apapun yang aku rasakan dan aku bisa menjadi diriku sendiri di hadapannya.

Hari ini seperti biasa, aku sedang menunggu kedatangan Gerard. Hari ini kami akan mengunjungi kebun Blueberry—buah kesukaanku di daerah puncak. Tak sampai lima menit aku menunggu, sebuah mobil Ferrari berwarna hitam milik Fahmi, sampai di depan rumahku. Aku sungguh gembira sekali membayangkan hal-hal baik yang akan terjadi hari ini. Dengan langkah terburu-buru aku segera masuk ke dalam mobil berplat B 2467 GD itu.

Akhirnya kami sampai di ladang Blueberry. Aku senang sekali melihat begitu banyak buah blueberry yang sudah ranum dan bisa kumakan kapan saja. Aku ingin melompat-lompat karena kegirangan. Tapi, aku mengurungkan niatku, karena hey! Tak mungkinkan, aku melompat-lompat kegirangan di ladang blueberry di umurku yang hanya berselisih 2 tahun dari pasienku ini?

Aku tersenyum tanpa henti setiap memetik buah-buah tersebut. Senandung-senandung riang tak hentinya keluar dari mulutku, sampai tiba-tiba, Gerard mengambil bakulku—yang telah  berisi penuh dengan blueberry –dan meletakkannya ke tanah, sambil berkata.

“Lupakan Blueberry, sejenak. Aku ingin menjadi pacarmu. Bolehkah?”

Aku terkejut sekali. Aku benar-benar tak tahu apa yang harus kulakukan. Pikiranku putih bersih. Tak ada sesuatupun terlintas di pikiranku, bahkan pada blueberry-blueberry yang berserakan di tanah lantaran keranjangnya secara tak sengaja tertendang oleh Gerard.

“Baiklah”, jawabku.

Aku tak tahu mengapa aku dapat mengucapkan kata itu. Tapi yang aku tahu pasti bahwa sekarang, status kami bukan hanya sekedar dokter dan pasien biasa,melainkan sepasang kekasih. Aku merasa tak ada yang lebih baik dari ini—mendapat pacar di taman blueberry.

Hari-hari terus berlalu dengan menyenangkan. Aku merasa aku bisa melakukan apapun selama Gerard ada disampingku. Suatu hari, ketika aku sedang dalam perjalanan pulang kerumah, aku mendapat kabar bahwa Gerard masuk ke Rumah Sakit. Aku panik sekali. Tapi, ia berusaha meyakinkanku bahwa tak ada satu hal gawatpun yang perlu dikhawatirkan.

Hari ini, tepat satu minggu Gerard di rawat di rumah sakit. Waktu telah menunjukkan pukul 11.00 siang. Seperti biasa, aku akan  mengunjunginya di rumah sakit sambil membawa makan siang ,kiwi—buah kesukaannya dan juga blueberry. Aku melangkahkan kakiku lebar-lebar menuju Paviliun Dahlia—tempat Gerard dirawat. Tapi, pemandangan yang kulihat sungguh tak dapat kupercaya, aku melihat seorang wanita dengan rambut digulung ke atas tengah memegang tangan Gerard erat. Kulihat ekspresi Gerard baik-baik. Kuperhatikan tiap perubahan ekspresi di wajahnya. Ia nampak begitu redup. Nampaknya ia begitu mencintai wanita itu. Hatiku sakit sekali. Tapi, aku beranikan diri untuk masuk ke dalam dan berpura-pura seolah tak adaapapun yang kuketahui.

“Hai, Gerard. Bagaimana kabarmu? Sudah baikan?” , sapaku ramah.

“Ya.”, jawab Gerard dengan penuh semangat dan juga tak lupa ia sertakan senyum khasnya yang tak pernah berubah itu.

Wanita yang sedari tadi memegang tangan Gerard segera melepaskan genggaman tangannya dan kemudian berkata padaku,

“Namaku, Victoria dan aku istri dari Gerard. Kau siapa,ya? Kok aku baru meilhatmu?” katanya dengan senyum ramah yang di buat-buat.

Deg! Jantungku bagai telah dihujam katakana setajam taring hiu. Aku shock sekali. Tapi aku berusaha mempertahankan ekspresi stoicku dan membalas perkataan wanita tersebut.

“Oh, salam kenal, saya Riko. Saya adalah dokter yang selama ini bertanggung jawab atas kesehatan Bapak Gerard ini.”

“Apakah kalian ada hubungan lain, selain hubungan antar dokter dan pasien?” tanya wanita bernama Victoria—istri Gerard—dengan nada menyelidiki.

Aku tidak suka cara wanita ini berbicara padaku. Aku benci tatapan yang ia tujukan padaku dan aku merasa muak melihat gerakan-gerakan bibirnya yang seolah selalu mencaciku.

“Oh Ayolah Victoria, semuanya akan segera berakhir juga,kan?” kali ini, Gerard angkat bicara.

“Apa katamu? Semudah itu kau mengatakannya? Jadi ini semua karena wanita ini?” teriaknya bak orang kesetanan sambil menunjuk ke arahku.

Aku geram dan memutuskan untuk segera meninggalkan ruangan tersebut untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Dua bulan. Tiga bulan. Empat bulan. Aku hidup dalam ketidakpastian. Tak kunjung kabar sampai di telingaku mengenai Gerard. Handphonenya tidak pernah aktif dan ia tak pernah sekalipun menghubungiku barang sekali.

Melelahkan dan menyakitkan sekali rasanya menunggu sesuatu yang tidak pasti. Aku selalu berfikir untuk menyerah tapi hatiku tak pernah bisa menurutinya. Akhirnya, hari ini telah genap 5 bulan aku menunggu kepastian darinya. Aku sudah benar-benar merasa jenuh dan lelah hari ini, sehingga segera kuputuskan untuk bermain di taman hiburan.

Sesampainya di taman hiburan, aku bertemu dengan Nichkhun—teman SMAku dulu. Ia  ternyata sedang mengantri roller coaster sendiri,juga. Aku bersyukur menemukan teman di area seluas ini. Dan akhirnya, kamipun menghabiskan waktu untuk menaiki semua wahana yang ada,bersama.

Terakhir, kami mencoba untuk memasuki rumah hantu. Aku takut sekali. Ruangan itu benar-benar gelap. Tanganku gemetar dan yang hanya dapat kulakukan hanyalah memegang tangan Nichkhun dengan kuat sambil  berjalan. Tiba-tiba, sekitar satu menit berjalan, terdengar suara cekikian wanita  menggema di ruangan tersebut dengan sangat menakutkan. Aku terkejut. Kakiku lemas dan aku menangis. Nichkhun kemudian membopongku keluar ruangan secepat mungkin.

Hampir sekitar satu jam aku menangis. Rasanya lega sekali. Aku rasanya telah mengeluarkan segala apa yang mengganjal hatiku selama ini. Aku sungguh berterima kasih pada Nichkhun. Kemudian, setelah membicarakan hal yang telah menimpaku, Nichkhun menyarankanku untuk pergi ke Jerman dan meneruskan S3 di sana.

Setelah dua minggu berfikir dan tak kunjung mendapat kepastian dari Fahmi, aku memutuskan untuk pergi ke Jerman bersama Nichkhun. Berbagai persiapan,telah kupersiapkan dengan baik dan kini hanya tinggal menunggu waktuku untuk masuk ke dalam Bandara.

“Kau yakin? Aku tidak memaksamu,loh”.

“Ya, aku yakin, Nichkhun. Terima kasih. Haha”

“Baiklah kalau begitu. Kita masuk sekarang?”

“Yes,sir ! Hahaha”

Aku berjalan mantap sambil sesekali bergurau dengan Nichkhun sampai aku mendengar namaku terpanggil oleh seseorang, ketika aku berada di pintu masuk.

“Malaaa....”

Aku menoleh. Dan telah kulihat Gerard tengah berlari ke arahku. Aku kaget. Segera kulihat Nichkhun. Ia hanya menyengir dan mengangguk. Tapi, keputusanku untuk pergi ke Jerman telah bulat dan aku hanya melambaikan tanganku beberapa kali ke arahnya dan menarik Nichkhun untuk segera masuk ke dalam bandara.


“Tring.. Tring.. Tring..” Handphoneku berdering. Membangunkanku dari lamunan di awal musim dingin ini. Kulihat namanya di ayar handphoneku, “Nichkhun <3 ”.

“Hey, Riko. Still remember me,huh? I’ve finished everything. Apakah perasaanmu masih sama dengan dulu?”, kata seseorang di hadapanku dengan senyum khasnya yang tak akan pernah aku lupakan.

“Tring.. Tring.. Tring..”. Dan handphonekun masih terus berdering.

    ******************************* END *********************************

Taraaa !!!!!!!!! Itu diaaa !!!! Abal sekali,bukan?? =))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gue akan sangat senang klo kalian mau ninggalin komentar ^^